Senin, 13 April 2015

zakat profesi menurut hukum islam adalah | adakah zakat profesi dalam islam ? | rapat dan pawai akbar

zakat profesi menurut hukum islam dan  adakah zakat profesi dalam islam  di kupas oleh ustad shidiq al jawi, Lajnah Tsaqofiyah HTI hizbut tahrir indonesia. 
Zakat profesi dikenal dengan istilah zakah rawatib al-muwazhaffin (zakat gaji pegawai) atau zakah kasb al-‘amal wa al-mihan al-hurrah (zakat hasil pekerjaan dan profesi swasta). (Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, I/497; Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/865; Ali as-Salus, Mausu’ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 522; Al-Yazid Ar-Radhi,Zakah Rawatib Al-Muwazhaffin, hal. 17).

Zakat profesi menurut para penggagasnya didefinisikan sebagai zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nishab. Misal profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, arsitek, dan sebagainya. (Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Sedekah, hal. 103; Zakat dalam Perekonomian Modern, hal. 95).

Menurut al-Qaradhawi nishab zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah yang wajib dikeluarkan 2,5%. Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara: Pertama, zakat dibayar secara langsung dari penghasilan kotor, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Contoh: seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya. Maka dia wajib membayar zakat sebesar= 2,5% X 3.000.000 = Rp 75.000 per bulan, atau Rp 900.000 per tahun jika dibayar tahunan.
Kedua, zakat dibayar setelah dipotong kebutuhan pokok. Contoh: seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya. Maka dia wajib membayar zakat sebesar = 2,5% X (1.500.000-1.000.000) = Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun. (id.wikipedia.org; Didin Hafidhuddin, ibid, hal. 104).
Sejarah Zakat Profesi
Zakat profesi adalah masalah baru, tidak pernah ada dalam sepanjang sejarah Islam sejak masa Rasulullah SAW hingga tahun 60-an akhir pada abad ke-20 yang lalu, ketika mulai muncul gagasan zakat profesi ini. Penggagas zakat profesi adalah Syeikh Yusuf Qaradhawi dalam kitabnya Fiqh Az Zakah, yang cetakan pertamanya terbit tahun 1969. Namun nampaknya Yusuf Qaradhawi dalam hal ini mendapat pengaruh dari dua ulama lainnya, yaitu Syeikh Abdul Wahhab Khallaf dan Syeikh Abu Zahrah.

Kajian dan praktik zakat profesi mulai marak di Indonesia kira-kira sejak tahun 90-an akhir dan awal tahun 2000-an. Khususnya setelah kitab Yusuf Qaradhawi tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Didin Hafidhuddin dengan judul Fikih Zakat yang terbit tahun 1999.

Sejak saat itu zakat profesi mulai banyak diterapkan oleh lembaga pengelola zakat di Indonesia, baik BAZ (badan amil zakat) milik pemerintah, baik BASDA atau BASNAZ, maupun LAZ (lembaga amil zakat) milik swasta, seperti PKPU, Dompet Dhuafa, dan sebagainya.

Hukum Zakat Profesi
Terdapat khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan ulama ataupun lembaga dakwah/fatwa dalam masalah zakat profesi. Ada sebagian yang membolehkan zakat profesi, seperti Syeikh Abdul Wahhab Khallaf, Syeikh Abu Zahrah, Yusuf Qaradhawi, Prof. Didin Hafidhuddin, Quraisy Syihab, Majelis Tarjih Muhammadiyah, MUI (Majelis Ulama Indonesia).

Namun ada pula sebagian yang tidak setuju dan tidak membolehkan zakat profesi, dengan alasan utama bahwa zakat profesi tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW. Mereka misalnya Dr. Wahbah Az Zuhaili, Prof. Ali As Salus, Syeikh Bin Baz,  Syeikh Muhammad bin Shaleh Utsaimin, Hai`ah Kibaril Ulama, Dewan Hisbah PERSIS, dan juga Bahtsul Masail NU. (lihat : Ahmad Sarwat, Zakat Profesi : Antara Penentang Dan Pendukung (Part 1), www.facebook.comZakat Profesi dalam Islamhttp://www.konsultasisyariah.com;Maqalaat Al Mutanawwi’ah, Syeikh Abdul Aziz bin Baaz 14/134, Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin,Majmu’ Fatawa wa Ar Rasaa’il 18/178; Majmu’ Fatawa Haiah Kibaril Ulama Saudi Arabia,  9/281, fatwa no: 1360).

Mereka yang membolehkan zakat profesi mempunyai dalil (landasan), antara lain sebagai berikut :
Pertama, menurut Al-Qaradhawi, landasan zakat profesi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya. Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada saat menerimanya, tanpa mensyaratkan haul(dimiliki selama satu tahun qamariyah).

Bahkan al-Qaradhawi melemahkan hadis yang mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu hadis Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Nabi SAW bersabda”Tidak ada zakat pada harta hingga berlalu atasnya haul.” (HR Abu Dawud). Alasan Yusuf Qaradhawi menganggap lemah (dhaif) hadis tersebut, karena ada seorang periwayat hadis bernama Jarir bin Hazim yang dianggap periwayat yang lemah. (Yusuf Al-Qaradhawi,ibid., I/491-502; Wahbah az-Zuhaili, ibid., II/866).

Kedua, ulama lain menambahkan dalil lain dari yang telah dikemukakan Qaradhawi di atas, yaitu keumuman ayat ke-267 dari surat Al Baqarah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…”(QS Al Baqarah [2]:267)
Ada pula ulama yang menambah dalil lain lagi, yaitu surat Adz Dzariyat ayat ke-19 sebagai berikut :

وَفِى أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُوْمِ

“Dan pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang menahan diri (daripada meminta).” (QS Adz Dzariyat [51]:19)

Analisis Kritis
Menurut analisis penulis,zakat profesi tidak mempunyai dalil yang kuat sehingga hukumnya tidak wajib. Argumentasi penulis adalah sebagai berikut :

Pertama, dalil utama dari zakat profesi adalah ijtihad sahabat mengenai al-maal al-mustafaad yang tidak mensyaratkan haul. Padahal ijtihad sahabat (mazhab al-shahabi) bukanlah dalil syariah yang kuat (mu’tabar). (Taqiyuddin an-Nabhani, al-Syakhshiyah al-Islamiyah, III/418).

Kedua, pendapat yang lebih kuat (rajih) mengenai al-maal al-mustafaad adalah pendapat jumhur ulama, yaitu harta tersebut tidak wajib dikeluarkan zakatnya, hingga memenuhi syarat berlalunya haul. Inilah pendapat sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Juga pendapat imam mazhab yang empat. (Al-Yazid Ar-Radhi, Zakah Rawatib Al-Muwazhaffin, hal.19; Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/866).

Ketiga, tidak tepat penilaian Al-Qaradhawi bahwa hadis tentang haul adalah hadis lemah (dhaif). Al-Qaradhawi sebenarnya mengikuti pendapat Imam Ibnu Hazm  yang melemahkan hadis haul dari jalur Ali bin Abi Thalib RA, karena ada perawi bernama Jarir bin Hazim yang dinilai lemah. (Al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, I/494; Ibnu Hazm, Al-Muhalla, VI/70). Padahal Ibnu Hazm telah meralat penilaiannya, dan lalu mengakui bahwa Jarir bin Hazim adalah perawi hadis yang sahih. (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, VI/74).

Keempatayat-ayat yang dikemukakan sebagai dalil zakat profesi sesungguhnya tidak tepat dan tidak dapat menjadi landasan zakat profesi. Mengapa? Sebab sungguhpun ayat-ayat tersebut mempunyai pengertian umum yang mewajibkan infaq (mengeluarkan harta), tapi keumumannya sudah dikhususkan dan dijelaskan oleh hadits-hadits Nabi SAW. Dalam hal ini hadits-hadits Nabi SAW hanya menjelaskan ada 2 (dua) macam zakat saja, yaitu zakat fitrah, dan zakat maal yang meliputi 4 (empat) macam mal (harta), yaitu : zakat binatang ternak (zakat al mawasyi), zakat tanaman dan buah-buahan (zakat az zuruu’ wa ats tsimaar), zakat perdagangan (zakah at tijarah), dan  zakat emas dan perak (zakah adz dzahab wa al fidhdhah) termasuk dalam hal ini zakat uang. Tidak ada satu pun dari hadits-hadits Nabi SAW yang mensyariatkan adanya zakat profesi.

Maka dari itu, berhujjah dengan keumuman ayat-ayat sebagai dasar zakat profesi tidak dapat diterima dan jelas tertolak, karena kaidah ushul fiqih menetapkan jika dalil yang umum sudah dikhususkan/dijelaskan dalam hadits-hadits Nabi SAW, maka keumumannya tidak boleh lagi digunakan sebagai hujjah (landasan). Kaidah ushul fiqih tersebut berbunyi : al ‘aam yabqaa ‘ala ‘umuumihi maa lam yarid dalil at takhsis (dalil umum tetap dalam keumumannya selama tidak terdapat dalil yang mengkhususkan).

Kesimpulan
Kesimpulan penulis, zakat profesi tidak wajib dalam Islam karena dalil-dalilnya sangat lemah. Maka uang hasil profesi tidak sah dikeluarkan zakatnya saat menerima, tapi wajib digabungkan lebih dulu dengan uang yang sudah dimiliki sebelumnya. Zakat baru dikeluarkan setelah uang gabungan itu mencapai nishab dan berlalu haul atasnya. (Ali as-Salus, Mausu’ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 523).Wallahu a’lam.

= = = =
*Makalah disampaikan dalam Pengajian BULOG DIY, Yogyakarta, Rabu 11 September 2013.

**Alumnus Magister Studi Islam UII Yogyakarta 1999 (konsentrasi ekonomi Islam), pernah menjadi santri di PP Nurul Imdad dan PP Al Azhar Bogor (1990-1994), pada saat kuliah S-1 di IPB Bogor (tamat 1997). Sekarang Wakil Ketua STEI Hamfara Yogyakarta; merangkap Kepala Pesantren Hamfara Yogyakarta. Menjadi konsultan hukum Islam pada tabloid Media Umat Jakarta (www.mediaumat.com). Aktif dalam dakwah sebagai DPP HTI (Dewan Pimpinan Pusat Hizbut Tahrir Indonesia) Jakarta. No HP : 081328744133, e-mail : shiddiq_aljawi@yahoo.com

nisab/nishab zakat mal/usaha/perdagangan dan haul adalah |rapat dan pawai akbar

nisab/nishab zakat mal/usaha/perdagangan dan haul adalah  , oleh amir hizbut tahrir ,syaikh atha ibnu rustoh :
Zakat māl (harta) tidak wajib sebelum mencapai nisab dan sudah berjalan penuh satu tahun. Dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi saw bersabda: “Jika Anda memiliki 200 dirham, dan sudah berjalan satu haul (tahun), maka zakatnya 5 dirham. Dan tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas – sampai memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul (tahun), maka zakatnya ½ dinar.” (HR. Abu Dawud).
Dan perhituagan tahun di sini adalah tahun hijriyah bukan tahun masehi, yakni jika harta yang sudah mencapai nisab itu telah berjalan 354 hari, maka ia sudah berjalan satu haul (tahun), sehingga wajib dikeluarkan zakatnya. Dan ketika zakat sudah wajib atas harta seorang Muslim, maka kewajiban itu tidak akan gugur darinya –hingga dikeluarkan zakatnya.
Oleh karena itu, jika pemilik harta yang sudah mencapai nisab itu telah berjalan satu tahun penuh, seperti yang telah kami jelaskan, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Sehingga tidak ada artinya menghabiskan harta tersebut atau sebagian, setelah berjalan satu tahun, sebab zakatnya tetap wajib dikeluarkan. Dengan demikian, Anda wajib mengeluarkan zakatnya secara penuh, baik harta yang telah dihabiskan atau yang masih tersisa.
Zakat yang belum dikeluarkan ini adalah hutang yang menjadi tanggungan Anda hingga dikeluarkannya. Untuk itu bersegeralah mengeluarkannya, semoga Allah merahmati Anda.
Hal ini, jika harta itu dihabiskan setelah berjalan satu tahun. Namun jika harta itu dihabiskan sebelum berjalan satu tahun, maka zakat yang wajib dikeluarkan sejumlah yang ada, dan telah berjalan satu tahun.

NB : IKUTIN RAPAT DAN PAWAI AKBAR 2015 SERENTAK DI BERBAGAI KOTA DI JAKARTA, KLIK LINK RAPAT DAN PAWAI AKBAR RPA HTI 2015

zakat mall (usaha) untuk perdagangan harta pengusaha muslim menurut islam/sunnah/salaf adalah | SOAL JAWAB AMIR HIZBUT TAHRIR (HT) | RAPAT DAN PAWAI AKBAR 2015

zakat mall (usaha) untuk perdagangan harta pengusaha muslim menurut islam/sunnah/salaf adalah persoalan yang sering ditanyakan ,termasuk kali ini oleh saudara muslim imam ke amir Hizbut Tahrir, asy-Syaikh al-‘Alim ‘Atha` bin Khalil Abu ar-Rasytah Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau “Fiqhyiun”
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Semoga Allah memuliakan Anda dengan Islam dan memuliakan Islam melalui tangan Anda. Saya berdoa kepada Allah agar menjadi bagian dari orang yang membaiat Anda dengan khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Saya punya pertanyaan tentang zakat, zakat barang dagangan atau zakat harta. Apakah boleh dikeluarkan seluruhnya atau sebagiannya sebelum berlalu haulnya dan apakah haul menjadi syarat untuk mengeluarkannya?
Semoga Allah menolong Anda di dalam apa yang di situ ada kebaikan untuk Islam dan kaum Muslimin di dunia dan akhirat.
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Jawab:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Berlalunya satu haul adalah syarat dalam sebab zakat “nishab”. Jadi jika terealisasi syarat yakni berlalu satu haul atas sebab yakni “nishab”, tanpa berkurang, maka telah wajib zakat. Akan tetapi seandainya zakat itu dikeluarkan sebelum wajibnya maka pengeluaran ini boleh berdasarkan dalil-dalil syara’ yang dinyatakan tentangnya:
–                      Al-Baihaqi telah mengeluarkan di dalam Sunan al-Kubra dari Ali:
«أَنَّ الْعَبَّاسَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي تَعْجِيلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ فَأَذِنَ لَهُ فِي ذَلِكَ»
“Bahwa al-‘Abbas ra. bertanya kepada Rasulullah saw tentang penyegeraan shadaqah sebelum berlalu haul maka Rasul saw mengizinkan untuknya dalam (melakukan) hal itu.”

–                      Ad-Daraquthni telah mengeluarkan di dalam Sunan-nya dari Hujrin al-‘Adawi dari Ali, ia berkata: Rasulullah saw bersabda kepada Umar:
«إِنَّا قَدْ أَخَذْنَا مِنَ الْعَبَّاسِ زَكَاةَ الْعَامِ عَامِ الْأَوَّلِ»
“Kami telah mengambil dari al-‘Abbas zakat tahun ini pada tahun pertama (lalu).”

–                      Ad-Daraquthni telah mengeluarkan dari Musa bin Thalhah dari Thalhah bahwa Nabi saw bersabda:
«يَا عُمَرُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَمَّ الرَّجُلِ صِنْوُ أَبِيهِ؟ إِنَّا كُنَّا احْتَجْنَا إِلَى مَالٍ فَتَعَجَّلْنَا مِنَ الْعَبَّاسِ صَدَقَةَ مَالِهِ لِسَنَتَيْنِ»
“Ya Umar tidakkah engkau tahu bahwa pamannya seorang laki-laki itu adalah saudara sekandung bapaknya? Sungguh jika kami memerlukan harta maka kami percepat dari al-‘Abbas shadaqah hartanya untuk dua tahun.”

Mereka berbeda pendapat tentang al-Hakam dalam isnadnya, dan yang benar dari al-Hasan bin Muslim secara mursal.
Berdasarkan hal itu maka penyegeraan pengeluaran zakat sebelum wajibnya adalah perkara yang boleh.
Perlu diketahui, kebanyakan ulama mengatakan demikian.


Saudaramu

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

zakat perdagangan dalam islam berapa persen ? | macam-macam (jenis-jenis) zakat dalam islam | RAPAT DAN PAWAI AKBAR

Macam-macam zakat dalam islam ,termasuk Zakat Perdagangan dalam islam itu berapa persen ? Ustad Shidiq Al Jawi ( DPP HTI/Lajnah Tsaqofiyah HTI) mencoba memaparkan dalam tanya jawab berikut
Tanya :
bagaiamana cara menghitung zakat perdagangan? Bagaimana kalau pedagang punya utang atau piutang?
Jawab :
Zakat barang dagangan (zakah ‘urudh al-tijarah) adalah zakat yang wajib dikeluarkan untuk setiap barang yang dimaksudkan untuk perdagangan. (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 179; Said Qahthani, Zakat ‘Urudh Al-Tijarah, hal. 5; Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 3/223).
Hukumnya wajib berdasar As-Sunnah dan Ijma’ Shahabat. (Taqiyuddin Nabhani, Muqaddimah Ad-Dustur, 2/103). Dalil As-Sunnah, diriwayatkan dari Samurah bin Jundub RA, dia berkata,”Amma ba’du. Sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan kita mengeluarkan zakat dari barang yang kita siapkan untuk perdagangan.” (HR Abu Dawud).
Dalil Ijma’ Shahabat, diriwayatkan dari Abu ‘Amar bin Hamas dari ayahnya, dia berkata, “Umar bin Khathab memerintahkan aku dengan berkata, ‘Tunaikan zakat hartamu!’ Aku menjawab, ‘Aku tak punya harta selain tempat anak panah dan kulit.’ Umar berkata, ‘Nilailah harta itu dan keluarkan zakatnya!’ (HR Ahmad & Daruquthni). Ibnu Qudamah berkomentar kisah ini masyhur dan tak ada seorang shahabat pun yang mengingkarinya sehingga terwujud Ijma’ Shahabat dalam masalah ini. (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 3/35; Yusuf Qaradhawi, Fiqh Az-Zakah, 1/302).
Zakat perdagangan wajib dikeluarkan jika memenuhi dua ketentuan; Pertama, nilai barang dagangan mencapai nishab emas (20 dinar = 85 gram emas) atau nishab perak (200 dirham = 595 gram perak).Kedua, telah berlalu haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah). Besarnya zakat 2,5 persen dari total harta (nilai barang dagangan plus laba). (Abdul Qadim Zallum, ibid., hal. 180).
Contoh, Ahmad mulai berdagang 1 Muharram 1432 H dengan harta yang nilainya kurang dari nishab (misal 10 dinar), lalu di akhir haul (1 Muharram 1433 H) hartanya baru mencapai nishab (20 dinar). Maka dia belum wajib berzakat pada 1 Muharram 1433 H itu, karena hartanya belum haul. Ahmad baru wajib berzakat setelah hartanya memenuhi haul, yaitu setahun berikutnya pada 1 Muharram 1434 H.
Contoh lain, Ahmad mulai berdagang 1 Muharram 1432 H dengan harta yang nilainya sudah melebihi nishab (misal 1.000 dinar). Pada akhir haul (1 Muharram 1433 H) nilai hartanya bertambah menjadi 3.000 dinar. Maka ia wajib berzakat dari harta yang 3.000 dinar ini, bukan dari yang 1.000 dinar.
Besarnya zakat perdagangan 2,5 persen dari total nilai barang dagangan termasuk labanya. Misal pada akhir haul nilai seluruh barang dagangan plus laba 4.000 dinar. Maka zakatnya 2,5 persen dari 4.000 dinar, yaitu 100 dinar. Zakat ini boleh dikeluarkan dalam bentuk mata uang yang beredar atau dalam bentuk barang yang diperdagangkan. (Abdul Qadim Zallum, ibid., hal. 180).
Jika pedagang punya utang, dihitung dulu sisa harta setelah utangnya dibayar. Jika hartanya telah memenuhi dua ketentuan (nishab dan haul), tapi sisa hartanya kurang dari nishab, dia tak wajib berzakat. Misal nilai hartanya 40 dinar, utang 30 dinar. Maka sisa hartanya (10 dinar) kurang dari nishab (20 dinar), sehingga tak wajib berzakat. Jika sisa harta lebih dari nishab, tetap wajib berzakat. Misal nilai hartanya 40 dinar, utang 10 dinar. Maka sisa hartanya (30 dinar) masih melebihi nishab (20 dinar), sehingga tetap wajib berzakat.
Jika ia punya piutang di tangan orang lain, harus dilihat dulu. Jika orang lain itu mampu dan tidak suka menunda pembayaran utang, piutang itu tetap wajib dizakati. Jika orang itu tak mampu atau suka menunda pembayaran utang, piutang itu tak wajib dizakati. (Abdul Qadim Zallum, ibid., hal. 182). Wallahu a’lam. (siddiq aljwaie)